Rukun Nikah, Mahar dan Hikmahnya, dan Mahrah

Rukun Nikah, Mahar dan Hikmahnya, dan Mahrah

1.    RUKUN NIKAH Rukun secara bahasa adalah bagian pojok pada suatu bangunan yaitu bagian terkuat yang menyangga bangunan agar tetap kokoh, Dan secara istilah adalah apa-apa yang jika sesuatu perbuatan dilaksanakan tidak dengannya akan batal. contohnya seperti rukun-rukun sholat adalah rukuk dan sujud, maka jika sholat dilaksanakan tanpa rukuk atau sujud maka sholat tersebut tidak sah atau batal.

Pernikahan dianggap sah apabila rukun nikah dan syarat-syaratnya telah terpenuhi. Rukun nikah terdiri dari lima yaitu sebagaimana disebutkan dibawah ini:
a. Calon suami, dengan syarat sebagai berikut:
1)    Muslim
2)    Merdeka
3)    Berakal
4)    Benar-benar laki-laki
5)    Adil
6)    Tidak beristri empat
7)    Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon istri
8)     Tidak sedang berihram haji atau umrah

b. Calon istri, dengan syarat sebagai berikut :
1) Muslimah
2) Benar-benar perempuan
3) Telah mendapat izin dari walinya
4) Tidak bersuami atau tidak dalam masa iddah
5) Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami
6) Tidak sedang berihram haji atau umrah

c. Shighat (ijab dan qabul), dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1)    Lafadz ijab dan qabul harus lafadz nikah atau tazwij
2)    Lafadz ijab qabul bukan kata-kata kinayah (kiasan)
3)    Lafadz ijab qabul tidak dita’likkan (dikaitkan) dengan suatu syarat tertentu seperti : “ Aku nikahkan engkau dengan anak ku dengan syarat engkau segera membangun rumah …. dsb”
4)    Lafadz ijab qabul harus terjadi pada satu majlis. Maksudnya lafadz qabul harus segera di ucapkan setelah ijab

d. Wali calon pengantin perempuan, dengan syarat sebagai berikut :
1) Muslim
2) Berakal
3) Tidak fasik
4) Laki-laki
5) Mempunyai hak untuk menjadi wali

e. Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut :
1) Muslim
2) Baligh
3) Berakal
4) Merdeka
5) Laki-laki
6) Adil
7) Pendengaran dan penglihatannya sempurna
8) Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab qabul
9) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umroh

2.    MAHAR
a. Definisi MaharMahar dalam bahasa Arab shadaq. Asalnya isim masdar dari kata ashdaqa, mashdarnya ishdaq diambil dari kata shidqin (benar). Dinamakan shadaq memberikan arti benar-benar cinta nikah dan inilah yang pokok dalam kewajiban mahar atau maskawin.
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bias saja mahar itu berbentuk uang, benda ataupun jasa, tergantung permintaan pihak istri.
Mahar pada hakikatnya dinilai dengan nilai uang, sebab mahar adalah harta, bukan sekedar symbol belaka. Itulah sebabnya seorang dibolehkan menikahi budak bila tidak mampu member mahar yang diminta oleh wanita merdeka. Kata “tidak mampu” ini menunjukkan bahwa mahar di masa lalu memang benar-benar harta yang punya nilai nominal tinggi. Bukan semata-mata symbol seperti mushaf Al-Qur’an atau benda-benda yang secara nominal tidak ada harganya.
Hal seperti ini yang di masa sekarang kurang di pahami dengan cermat oleh kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal, sebelum nafkah rutin berikutnya diberikan suami kepada istri. Jadi sangat wajar bila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal tertentu. Misalnya uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, deposito syariah, saham, kontrakan, perusahaan atau benda berharga lainnya.

b. Dalil Disyaratkannya MaharTelah terkumpul banyak dalil tentang pensyariatan mahar dan hukumnya wajib. Suami, istri, dan para wali tidak mempunyai kekuasaan mempersyaratkan akad nikah tanpa mahar.
Dalil kewajiban mahar dari Al-Qur’an adalah firman Allah :

وءاتواالنساءصدقتهن نحلة
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita ( yang kamu nikahi ) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan ( Q.S. An-Nisa (4) : 4 )
Ayat tersebut ditunjukan kepada suami sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah, Ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij. Perintah pada ayat ini wajib dilaksanakan karena tidak ada bukti (qarinah) yang memalingkan dari makna tersebut. Mahar wajib atas suami terhadap istri. Demikianlah juga firman Allah SWT :

فمااستمعتم به منهن فئاتوهن اجورهن فريضة
Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. (Q.S. An-Nisa’ (4) : 24 )
Dalil sunnahnya adalah sabda Nabi SAW kepada orang yang hendak menikah :

التمس ولوحاتمامن حديد
Carilah walaupun cincin dari besi. (HR. Muslim)
hadits ini menunjukkan kewajiban mahar sekalipun sesuatu yang sedikit. Demikian juga tidak ada keterangan dari Nabi SAW bahwa beliau meninggalkan mahar pada suatu pernikahan. Andaikata mahar tidak wajib tentu Nabi SAW pernah meninggalkannya walaupun sekali dalam hidupnya yang menunjukkan tidak wajib. Akan tetapi, beliau tidak pernah meninggalkannya, hal ini menunjukkan kewajibannya.
Adapun ijma’, telah terjadi consensus sejak masa kerasulan beliau sampai sekarang atas disyaratkannya mahar dan wajib hukumnya. Kesepakatan ulama pada mahar hukumnya wajib. Sedangkan kewajibannya sebab akad atau sebab bercampur intim, mereka berbeda pada dua pendapat. Pendapat yang lebih shahih adalah sebab bercampur intim sesuai dengan lahirnya ayat.

c. Hikmah Disyaratkannya Mahar
1.    Mahar disyaratkan Allah SWT untuk mengangkat derajat wanita dan memberi penjelasan bahwa akad pernikahan ini mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, Allah SWT mewajibkannya kepada laki-laki bukan kepada wanita, karena ia lebih mampu berusaha.
2.    Menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang di cari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya.
3.    Menunjukkan cinta dan kasih saying seorang suami kepada istrinya. Karena mas kawin itu sifatnya pemberian, hadiah, atau hibah yang oleh Al-Qur’an diistilahkan dengan nihlah ( pemberian dengan penuh kerelaan ), bukan sebagai pembayar harga wanita. Allah SWT berfirman: “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (Q.S 4 : 4).
4.    Menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bias dipermainkan.
5.    Menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya. Dan untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap istrinya. Allah berfirman: “Laki-laki itu adalah pemimpin atas wanita, karena Allah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dank arena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (Q.S 4 : 34)

3.    MAHRAM (Perempuan yang Haram dinikahi)Pengertian Mahram adl sebuah istilah yg berarti wanita yg haram dinikahi. Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yg haram dinikahi. Sebenarnya antara keharaman menikahi seorang wanita dgn kaitannya bolehnya terlihat sebagian aurat ada hubungan langsung & tdk langsung.
Hubungan langsung adl bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau keluarga. Hubungan tdk langsung adl karena faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang wanita yg sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang wanita yg masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yg agamanya adl agama penyembah berhala seperi majusi, Hindu, Buhda.
Hubungan mahram ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yg bersifat permanen, antara lain : Kebolehan berkhalwat (berduaan)
Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lbh dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan & kaki. Sedangkan hubungan mahram yg selain itu adl sekedar haram utk dinikahi, tetapi tdk membuat halalnya berkhalwat, bepergian berdua atau melihat sebagian dari auratnya. Hubungan mahram ini adl hubungan mahram yg bersifat sementara saja.
Mahram Dalam Surat An-Nisa Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam surat An-Nisa :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yg perempuan ; saudara-saudaramu yg perempuan, saudara-saudara bapakmu yg perempuan; saudara-saudara ibumu yg perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg perempuan; ibu-ibumu yg menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yg dalam pemeliharaanmu dari isteri yg telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dgn isterimu itu , maka tdk berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; & menghimpunkan 2 perempuan yg bersaudara, kecuali yg telah terjadi pd masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Qur’an Surat: An-Nisa : 23)
Dari ayat ini dpt kita rinci ada beberapa kriteria orang yg haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yg boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :
1.    Ibu kandung
2.    Anak-anakmu yg perempuan
3.    Saudara-saudaramu yg perempuan,
4.    Saudara-saudara bapakmu yg perempuan
5.    Saudara-saudara ibumu yg perempuan
6.    Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg laki-laki
7.    Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yg perempuan
8.    Ibu-ibumu yg menyusui kamu
9.    Saudara perempuan sepersusuan
10.    Ibu-ibu isterimu
11.    Anak-anak isterimu yg dalam pemeliharaanmu dari isteri yg telah kamu campuri,
12.    Isteri-isteri anak kandungmu.

Pembagian Mahram Sesuai Klasifikasi Para UlamaTentang siapa saja yg menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi 2 klasifikasi besar. Pertama mahram yg bersifat abadi, yaitu keharaman yg tetap akan terus melekat selamanya antara laki-laki & perempuan, apa pun yg terjadi antara keduanya. Kedua mahram yg bersifat sementara, yaitu kemahraman yg sewaktu-waktu berubah menjadi tdk mahram, tergantung tindakan-tindakan tertentu yg terkait dgn syariah yg terjadi.

a.    Mahram Yang Bersifat Abadi
Para ulama membagi mahram yg bersifat abadi ini menjadi 3 kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan & karena hubungan akibat persusuan. Mahram Karena Nasab Ibu kandung & seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
 1.    Anak wanita & seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
2.    Saudara kandung wanita.
3.    `Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
4.    Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
5.    Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
6.    Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
7.    Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan Ibu dari istri (mertua wanita).
8.    Anak wanita dari istri (anak tiri).
9.    Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
10.    Istri dari ayah (ibu tiri).
11.    Mahram Karena Penyusuan Ibu yg menyusui.
12.    Ibu dari wanita yg menyusui (nenek).
13.    Ibu dari suami yg istrinya menyusuinya (nenek juga).
14.    Anak wanita dari ibu yg menyusui (saudara wanita sesusuan).
15.    Saudara wanita dari suami wanita yg menyusui.
16.    Saudara wanita dari ibu yg menyusui.

b.    Mahram Yang Bersifat Sementara
Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yg tadinya menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yg termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adl : Istri orang lain, tdk boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh dinikahi. 1.   Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tdk boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yg sama juga berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dgn saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yg tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dgn bibi dari istri.
2.    Wanita yg masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
3.    Istri yg telah ditalak tiga, utk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dgn laki-laki lain & kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya & posisi suaminya bukan sbg muhallil belaka.
4.    Menikah dalam keadaan Ihram, seorang yg sedang dalam keadaan berihram baik utk haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya selesai, maka boleh dinikahi.
5.    Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tdk mampu menikahi wanita merdeka, boleh menikahi budak.
6.    Menikahi wanita pezina. Dalam hal ini selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dgn taubat nashuha, umumnya ulama membolehkannya.
7.    Menikahi istri yg telah dili`an, yaitu yg telah dicerai dgn cara dilaknat.
8.  Menikahi wanita non muslim yg bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim utk menikahinya.
Bentuk kemahraman yg ini semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tdk membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat & bepergian bersama. Yaitu mahram yg bersifat muaqqat atau sementara. Yang membolehkan semua itu hanyalah bila wanita itu mahram yg bersifat abadi.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama