Sejarah Studi Islam - Pengantar Studi Islam

Sejarah Studi Islam - Pengantar Studi Islam


1. Orientalisme

Dalam buku Ensiklopedi Islam, orientalisme didefiniskan sebagai pemahaman masalah-masalah  ketimuran. Istilah ini berasal dari bahasa Perancis, orient yang berarti timur atau bersifat timur. Isme berarti paham, ajaran, sikap  atau cita-cita.
Secara analitis, orientalisme dibedakan atas: (1) keahlian mengenai wilayah timur (2) metodologi dalam mempelajari masalah ketimuran, dan (3) sikap ideologis terhadap masalah ketimuran, khususnya terhadap dunia Islam.
Orang yang mempelajari masalah-masalah ketimuran (termasuk keislaman) disebut orientalis. Para orientalis adalah ilmuwan Barat yang mendalami bahasa-bahasa, kesustraan, agama, sejarah, adat istiadat dan ilmu-ilmu dunia Timur. Dunia Timur yang dimaksud di sini adalah wilayah yang terbentang dari Timur Dekat sampai ke Timur jauh dan negara-negara yang berada di Afrika Utara.

Fase-Fase Sejarah Studi Agama: Orientalisme
A. Masa Sebelum Perang Salib
Di saat umat Islam berada dalam zaman kekemasan, negeri-negeri Islam, khususnya Baghdad dan Andalusia (Spanyol Islam) menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Bangsa Eropa yang menjadi penduduk asli Andalusia yang memakai bahasa Arab dan adat-istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bersekolah di perguruan-perguruan Arab.
Diantara raja-raja spanyol yang non-muslim (misalkan, Peter I (w.1104), raja Arogan), ada yang hanya mengenal huruf Arab. Alfonso IV mencetak uang dengan memakai tulisan Arab. Di Sicilia keadaannya juga sama. Raja Normandia, Roger I, menjadikan istananya sebagai tempat pertemuan para filsuf, dokter-dokter, dan ahli islam lainnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketika Roger II bahkan lebih banyak dipengaruhi kebudayaan Islam. Pakaian kebesaran yang dipilihnya ialah pakaian Arab. Gerejanya dihiasi dengan ukiran dan tulisan-tulisan Arab. Wanita Kristen Sicilia meniru wanita Islam dalam soal mode pakaian.
Peradaban itu bukan hanya berpengaruh bagi bangsa Eropa yang berada dibawah atau bekas kekuasaan Islam, tetapi juga bagi orang Eropa di luar daerah itu. Penuntut ilmu dari Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia, dating belajar ke perguruan dan universitas yang ada di Andalusia dan Sicilia. Di antaranya terdapat pemuka-pemuka agama Kristen, misalnya Gerbert d’Aurillac yang belajar di Andalusia dan Adelard dari Bath (1107-1135) yang belajar di Andalusia dan Sicilia. Gerbert kemudian menjadi Paus di Roma dari tahun 999-1003 dengan nama Sylvester II. Adapun Adelard setelah kembali ke Inggris diangkat menjadi guru Pangeran Hanry yang kelak menjadi Raja. Ia menjadi salah satu penerjemah buku-buku Arab ke dalam bahasa Latin.
Dalam suasana inilah muncul orientalisme di kalangan Barat. Bahasa Arab mulai dipandang sebagai bahasa yang harus dipelajari dalam bidang ilmiah dan filsafat. Pelajaran bahasa Arab dimasukkan dalam kurikulum berbagai perguruan tinggi Eropa, seperti di Bolagna (Italia) pada tahun 1076, Chartres (Perancis) tahun 1117, Oxford (Inggris) tahun 1167, dan Paris tahun 1170. Munculnya penerjemah generasi pertama, yakni Constatinus Africanus (w.1087) dan Gerard Cremonia (w.1187).
Dalam fase pertama ini, tujuan orientalisme ini memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari dunia Islam ke Eropa. Ilmu pengetahuan tersebut diambil sebagaimana adanya.
Pada perkembangan berikutnya, perhatian orang Eropa terlihat kian meningkat. Pelajaran bahasa Arab semakin digiatkan di universitas-universitas. Di Italia pengajaran bahasa Arab diadakan di Roma (1303), Florencia (1321), Padua (1361), dan Gregoria (1553), di Perancis diadakan di Toulouse (1217), Montpellier (1221), dan Bourdeaux (1441); dan di Inggris dilaksanakan di Cambridge (1209). Di bagian Eropa lainnya pelajaran bahasa Arab dimulai sesudah ke-15.

B. Dari Perang Salib sampai Masa Pencerahan Eropa
Perang Salib antara Kristen Barat dan Islam Timur yang berlangsung dari tahun 1096-1291 membawa kekalahan bagi golongan Kristen. Tidak lama setelah perang agama ini selesai, Kerajaan Otoman (Usmani) mengadakan serangan-serangan ke Eropa. Adrianopel jatuh pada tahun 1366, Constatinopel (Istanbul) jatuh pada tahun 1453, bahkan Yerusalem dirampat umat Islam dan kemudian disusul wilayah Balkan.
Kekalahan dalam perang Salib dan jatuhnya Constatinopel merupakan pengalaman pahit Kristen Eropa, sehingga raja-raja Eropa bersumpah untuk mengusir kaum “kafir”. Maka muncullah semangat orang-orang Eropa untuk mengkritik, mengecam, dan menyerang Islam dari berbagai kepentingan. Sebagai bias dari kebencian ini, pengarang-pengarang orientalis mulai menulis buku-buku dengan gambaran yang salah terhadap Islam. Hal-hal yang sebenarnya tidak terdapat dalam islam, bahkan yang bertentangan mulai disiarkan ke Eropa.
Dalam periode ini, para orientalis menggambarkan nabi Muhammad SAW sebagai orang yang terserang epilepsy, gila perempuan, penjahat, pendusta, dan sebaganya. Oleh karena itu agama yang dibawanya bukanlah agama yang benar. Yang benar adalah agama Kristen yang dibawa Yesus Kristus.
Agama Islam juga dikatakan mengajarkan Trinitas. Dua dari unsur trinitas itu adalah Muhammad SAW dan Apollo. Disebutkan pula bahwa Nabi Muhammad Saw disembah dalam bentuk patung yang terbuat dari emas dan perak. Dikatakan juga Islam membolehkan poliandri. Selanjutnya disebutkan pula bahwa orang Islam diwajibkan membunuh orang Kristen sebanyak mungkin sebagai suatu jalan masuk surga. Islam menurut mereka disiarkan dengan pedang, dalam arti pedang diletakkan di leher orang agar dia masuk Islam. Jadi kesalahpahaman tentang Islam  yang ditimbulkan oleh orientalis ketika itu lebih parah daripada kesalahpahaman tentang Kristen yang ditumbulkan tulisan-tulisan orang Islam

Dr. Musthafa al-Siba’i telah memetakan watak orientalis secara global sebagai berikut ini:
  1. Buruk  sangka dan salah paham tcrhadap maksud, tujuan dan problematika Islam.
  2. Buruk sangka terhadap masyarakat, pemuda, ulama, dan tokoh-tokoh Islam
  3. Mendeskripsikan masyarakat Islam pada beberapa abad yang silam, khususnya periode pertama Islam sebagai masyarakat yang bebas, dimana para pembesar dan pcmimpinnya suka membunuh egoisme kaum lemah.
  4. Mendeskripsikan peradaban Islam dengan gambaran keliru dan mendiskreditkan esensi, pcngaruh dan kontribusinya.
  5. Minimnya pengetahuan orientalis tentang realitas citra masyarakat Islam dan berusaha memberikan pernyataan (statement) tentang moralitas bangsa dan tradisi negara Islam.
  6. Menjadikan teks bcrdasarkan rasio dan kepentingan-kepentingan mereka, mendiskreditkan teks tersebut serta menginterpretasikan sebuah teks untuk mewujudkan impian-impian material mereka.
  7. Mereka terkadang merubah manuskrip-manuskrip dengan maksud menciptakan kerancuan dan kekacauan, sebagaimana bodohnya mereka memahami simbol-simbol keagamaan hingga membentuk pola-pola perubahan baru lainnya.
  8. Mereka mengklaim sumber-sumber referensi yang telah mereka nukil. Penukilan itu, misalnya, dan buku sastra yang dijadikan patokan untuk sejarah hadis Nabawi, dan buku-buku sejarah umum yang dijadikan patokan untuk scjarah syari’at Islam dan fiqih  Buruk.

Tujuan-tujuan orientalisme dalam pandangan para pemikir Islam yang meragukan mereka:
  1. Mengklaim Islam sebagai agama yang sesat. Islam adalah kekuatan politik yang menerapkan tindakan represif dan intimidasi, ia menyebarkan teologi yang sesat dan memaksa suatu bangsa dengan menggunakan pedang untuk menerima teologi tersebut, sehingga manusia tunduk tanpa syarat. Dengan begitu, agama Islam bagaikan lingkaran setan yang menakutkan, yang menumpahkan darah, membunuh dan berperang. Islam juga dituduh sebagai agama yang digerakkan oleh rasionalitas dan pengetahuan yang keliru.
  2. Mengklaim bahwa dakwah Nabi Muhammad saw dan kcnabiannya adalah tidak benar, kitab dan sunnah merupakan kreasi Nabi Muhammad, syariah Islam berpijak pada landasan peradaban yang telah silam. Mereka juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah penyembah berhala dan salah seorang pendusta Makkah.
  3. Menghilangkan eksistensi Arab, bahasa, dan tradisinya yang kemudian melakukan reduksi scluruh makna peradaban Arab dan masyarakat muslim untuk merendahkan kondisi Arab, sebab nabi Muhammad adalahjuga keturunan Arab dan suku Quraish, disertai pelecehan terhadap bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an.
Orientalis terbagi ke dalam dua kelompok:
  1. Kelompok yang fanatik, dimana mereka dalam studinya tidak sedikitpun dijumpai nilai-nilai ilmiah yang valid.
  2. Kelompok yang netral, mereka juga dibagi kedalam dua kelompok, yakni:
  • Kelompok yang dikenal netral dalam disiplin keilmuannya, namun tidak jarang menggambarkan bahwa umat Islam bukan umat yang berpengetahuan dan berpengalaman dalam perang, mereka adalah umat pengecut. Sedangka~ kebijaksanaan, ketenangan, dan pcngalaman Yang dimiliki oleh Shalahuddin al-Ayyubi hanyalah kebetulan. Sifat-sifat tersebut hanya pantas disandang oleh orang-orang Eropa, sementara orang Arab dan umat Islam tidak layak mendapatkannya, karena itu bukan etika dan karakter umat Islam Selanjutnya ia berpendapat bahwa umat Islam adalah orang kafir, ingkar, liar dan perampok.
  • Kelompok yang memiliki tujuan keilmuan murni, mereka menyingkap tradisi Arab dan Islam yang masih tersembunyi dengan tujuan pendidikan.


2. Oksidentalimse

Istilah oksidentalisme dipopulerkan oleh Dr. Hasan hanafi seorang pemikir dari Mesir dan juga penulis al yasar al Islam - islam kiri, Oksidentalisme adalah kebalikan (antonim) dari istilah oreantalisme yang dalam pengertian umum, orientalisme adalah suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Timur.
Yang disebut Timur meliputi kawasan yang luas, termasuk Timur Jauh (negara-negara Asia yang jauh dari Eropa, seperti Jepang dan Cina), Timur Dekat (negara-negara Asia yang dekat dengan Benua Eropa, seperti Turki), dan Timur Tengah (negara-negara Asia yang terletak di antara keduanya, seperti negara-negara Arab). Pengertian secara umum oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat. Dalam oksidentalisme, posisi subjek objek menjadi terbalik. Timur sebagai subjek pengkaji dan Barat sebagai objek kajian.
Oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi, para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat.

Tokoh-Tokoh Oksidentalisme
1. Jamaluddin al-Afghani.
Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2. Dr. Muhammad Abduh.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.
3. Sheikh Muhammad Rasyid Ridha.
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H.; Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Saw.
4. Dr. Muhammad Imarah.
Muhammad Imarah atau Amarah lahir di Desa Sharwah-Qalain Propinsi Kafr Al-Syaikh Mesir, seorang intelektual kelas kakap di Tanah Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer. 
5. Dr. Hasan Hanafi.
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.
6. Nurcholish Madjid.M.A.
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo; IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
7. Adian Husaini, M.A.
Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah


Resume Mata Kuliah Pengantar Studi Islam semester 1 Jurusan KPI UIN Bandung

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama