Jangan!!

Jangan!!

“you said, you said, you said
This time was gonna be different
Wake up the dead. . .”
Teriakan Andrew melengking di balik ponsel. Pentolan dari band Comeback Kid itu membangunkan tidurku di malam itu. Jam menunjukan pukul sebelas malam.
“Siapa nih yang nelepon jam segini, ah ganggu banget!”
Gumamku dalam hati.
“Ki, sory ganggu, lu lagi di mana? Bisa ke kosan gua ga sekarang? Penting nih.”
Ternyata suara Wili teman sekelasku di balik telepon ini.
“Mau ngapain Wil jam segini? Gua lagi di kosan nih. Sini aja Wil, manja banget sih!”
Jawabku dengan sedikit nada emosi karena terganggu olehnya.
“Komputer gua nih eror, bisa ga lu benerin dulu. Lagi ngerjain tugas, eh malah ga bisa ngapa-ngapain nih. Lu kan jago masalah yang ginian. Ntar besok gua traktir deh”
Sahut Wili dengan nada memelas.
“Yah, dasar nih bocah. Tungguin bentar, gua cuci muka dulu ntar langsung cabut ke sana”
“Oke, makasih ya Ki. Gua baru bisa mungsiin computer kemaren, jadi belum bisa ngotak ngatik kalonya eror. Sekali lagi thanks, ya”
Tut tut tut tut tut tut. . .
“Yah, malah di matiin ni bocah”
Gerutuku setelah Wili memutuskan sambungan teleponnya.

Setelah mencuci muka, aku pun langsung bergegas pergi ke kosan temanku yang hanya berjarak kurang lebih 500 meter. Karena parkiran kosanku penuh dan motorku disimpan paling depan, aku memutuskan untuk berjalan kaki. Memerlukan waktu lima belas menit untuk sampai ke kosan temanku, aku harus memutar jalan karena gerbang kampus yang menjadi jalan pintas menuju depan sudah ditutup dan kosanku berada tepat di belakang kampus.
Malam itu suasana nampak sepi. Komplek ini yang biasanya ramai oleh canda gurau penghuni sekitar yang mayoritas anak kosan terasa sangat berbeda, sunyi dan hening. Hanya suara binatang malam dan hembusan angin yang terdengar.

 “Yah, bukannya jagain komplek nih malah asik-asikan catur, baru tau rasa kalo udah ada maling beraksi”
Gumamku dalam hati ketika hendak melewati pos satpam yang menjadi batas komplek ini. Terdapat dua orang pria paruh baya yang sedang bermain catur. Namun anehnya ketika aku melintasi keduanya dan mengatakan permisi, mereka tidak menyahut padaku dan hanya terdiam sambil menatap pion caturnya masing-masing. Selang beberapa langkah setelah melewati keduanya, aku pun iseng untuk melihat ke arah belakang, seketika bulu kudukku berdiri karena tidak melihat siapapun di pos ronda tersebut, tanpa fikir panjang aku pun langsung berlari.

Tak terasa di depanku sudah nampak jalan raya, namun aku tetap berlari kencang karena masih kaget dengan kejadian yang baru ku alami dan kosan temanku berada di sebrang jalan itu. Baru dua langkah kakiku menginjak aspal, tiba-tiba ada yang menariku dari belakang hingga aku terjatuh dengan posisi duduk. Dan sebuah mobil sedan melesat dengan kecepatan penuh melintas tepat di hadapanku.
Nggeennnggg nnggeeennnggg. . .
“Kade jang pami mentas teh culang cileung hela, bilih katabrak”
Teriak seorang kakek-kakek di sebrang jalan.
“Untung we aya nu nulungan, pami henteu mah meren tos jiga aki !”
Sontak aku terkejut mendengar kata-kata kakek tersebut, ketika kutolehkan kepalaku ke belakang dan hendak ingin mengetahui siapa yang menolongku di sana tidak ada siapa-siapa. di sebrang jalanpun sudah tidak ada siapa-siapa.

“Mana kakek yang di sebrang jalan tadi? Terus siapa yang narik badan gua barusan?”
Belum terjawab pertanyaan pada diriku sendiri, bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Dengan spontan aku berdiri kemudian menyeberangi jalan raya dengan langkah cepat menuju kosan temanku yang tinggal beberapa puluh meter lagi.

“Assalamualaikum, Wil bukain pintunya. . Wil.”
Teriakku sambil menggedor pintu kamar temanku, namun tidak ada jawaban dari dalam. Wili pindah dari kosan lamanya ke sini dengan alasan biayanya yang lebih murah dari kosan sebelumnya, jadi dia bisa di bilang sebagai penghuni baru di sini. Tiba-tiba terdengan pintu kamar sebelah yang terbuka dan keluarlah seseorang dari balik pintu tersebut.
“Eh Ki, mau ngapain lu jam segini? Tadi Wili pulang, mau ada hajatan katanya”
Ucap seseorang yang ternyata adalah senior di jurusanku.
“Yang bener, wah payah ni anak usilnya ga asik banget”
Protesku karena Wili yang tadi meneleponku sedang tidak ada di kosanya. Aku pun langsung mengeluarkan handpone dan meneleponya. Namun yang menerimanya adalah operator dan mengatakan bahwa nomornya tidak dapat di hubungi.
“Payah nih anak, malah ga di aktifin! Awas besok kalo ketemu, gua timpuk pake kulkas” Ancamku.
“Udah, nginep dulu aja di sini Ki. Tadi kaya yang buru-buru si Wili perginya juga”
Ujar Roki yang baru ku ketahui bahwa dia tinggal di kosan ini. Tanpa fikir panjang aku pun masuk ke kosan seniorku itu dan menceritakan kejadian yang ku alami.

Tak terasa jam telah menunjukan pukul satu tengah malam karena lelah aku pun tertidur.

“Ki bangun, ada orang tua Wili tuh depan kosan”
Sambil mengguncang-guncangkan tubuhku, Roki membangunkanku.
“Kata ortunya kemaren malem kira-kira pukul setengah sebelasan Wili kecelakaan sampe koma, sekarang dia lagi keritis di rumah sakit.” sambungnya.
“Hah!! Jadi yang kemaren malem nelepon gua suruh ke sini siapa?”
Aku pun langsung beranjak dan hendak menemui orang tua Wili di depan, namun tiba-tiba dari samping ada yang menepak pundakku.
Duuggh!

“Kamu malah tidur, bukannya perhatiin bapak”
Bentak dosenku yang sudah berdiri di sebelah kursiku.
“Udah tau masuk pagi lu malah gadang semaleman, jadi aja molor di kelas. Chaos lu”
Tegur Wili yang duduk di sisi lainku.
“Buset dah, gua mimpi aneh barusan Wil. Tapi nyata banget!”
Jawabku sambil mengusap dahiku yang bercucuran keringat. Belum beres aku melanjutkan cerita, Wili memotong pembicaraanku.
“Ah itu sih efek lu gadang mulu Ki. Oh iah, ntar malem lu mau ikut ga pulang ke rumah gua, Besok pagi ada hajatan di rumah.”
Spontan aku berteriak.
“Jangan Ki. . . . .! ! Ntar lu malah. . .”

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama